Dakwah dan Tantangan Dakwah pada Masyarakat Multikultural
By: Siti Aisyah - Mahasiswi Pascasarjana KPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung
WAPSABLOGGER.ID - MAKALAH
Pendahuluan
Secara faktual, Indonesia adalah bangsa dengan beragam suku, bahasa, etnis, kelas sosial, warna kulit, dan kepercayaan atau agama. Perbedaan tersebut merupakan modal bangsa yang akan tetap bersatu untuk menciptakan kerukunan dalam wadah Indonesia. Secara teologis, keragaman adalah fenomena dalam keberadaan manusia dalam segala manifestasinya merupakan kehendak Allah SWT, yang memerlukan pertimbangan yang matang. Masyarakat multikultural adalah nama lain dari masyarakat atau manusia dengan segala keragamannya. Namun, penggambaran masyarakat yang heterogen seringkali menimbulkan perselisihan sosial di masyarakat. Mereka selalu mensosialisasikan pelajaran agama dalam kerangka Kebhinekaan karena mereka adalah umat beragama.
Dalam banyak hal, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural. Sementara itu, Usfiyatul Marfu'ah mengungkapkan bahwa multikulturalisme dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua yang di satu sisi mengambil keuntungan dari segudang aset budaya bangsa, namun di sisi lain mengancam keutuhan negara yang sangat rentan dengan perselisihan, konflik, dan perjuangan. Oleh karena itu, multikulturalisme atau pluralisme memiliki kelebihan dan kekurangan.
Masyarakat yang majemuk merupakan barometer keutuhan dan persatuan suatu negara, tetapi juga berpotensi dan sangat rentan terhadap konflik antarsuku, peradaban, dan negara akibat perbedaan tersebut. Da'i memiliki tantangan yang sulit ketika datang berdakwah dalam budaya yang majemuk. Konflik akan muncul dan bahkan dakwahnya dapat terancam jika da'i tidak memiliki cara penyampaian pesan atau materi dakwah yang tepat, maka pesan yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh mad'unya. Oleh karena itu, agar dapat berdakwah secara efektif, seorang da'i harus berperan proaktif dan menggunakan strategi sebaik mungkin.
Ketika dakwah diberikan kepada masyarakat multikultural, seperti ketika seorang da’i Minang menghadiri acara masyarakat Jawa yang disebut Tabligh Agung, maka dakwah tidak bisa diberikan secara kaku yang hanya menghadirkan materi dakwah. Tetapi da’i harus memiliki keterampilan dan strategi dakwah yang diperlukan untuk memastikan bahwa pesan yang Anda sampaikan sejalan dengan bagaimana Mad'u akan menafsirkannya. Dalam berdakwah, seorang da’i tidak bisa hanya mengandalkan satu fakta dan pemahaman literal. Melainkan da'i juga harus mampu menginterpretasikan kepada masyarakat sehingga mad'u dapat memahami pesan tersebut.
Mengetahui dan menjelaskan ruang lingkup dakwah, ruang lingkup masyarakat multikultural, dan hambatan dakwah dalam masyarakat multikultural menjadi tujuan penulisan makalah ini.
Pembahasan
Ruang Lingkup Dakwah
Secara harfiah, kata da'a, yad'u, dan da'watan masing-masing mengandung arti memanggil, mengajak, dan mengundang. Orang yang menyampaikannya disebut sebagai da'i atau juru dakwah. Dari segi bahasa, dakwah berarti sesuatu yang ringan atau tidak memaksa. Dakwah juga menyampaikan pesan perdamaian karena berusaha menyatukan umat dan membangun masyarakat menuju kebajikan. Dakwah dapat diringkas sebagai semua upaya membangun masyarakat untuk menyebarkan ajaran Islam dan menghasilkan transformasi lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Para ahli memberikan interpretasi yang beragam tentang apa yang dimaksud dengan dakwah. Beberapa sudut pandangnya tercantum di bawah ini:
2. Syekh Ali Mahfudz: Untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, dakwah mencakup dan membimbing orang menuju kebajikan, menyerukan perbuatan baik, dan melarang perbuatan jahat.
3. Muhammad Nasir: Dakwah adalah upaya menjaring dan mengkomunikasikan kepada setiap orang dan kepada seluruh umat manusia terkait amar ma'ruf nahi munkar dan pemahaman Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini.
4. M. Arifin: Dakwah adalah ajakan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain, baik secara individu maupun kelompok, guna menumbuhkan pemahaman, kesadaran, sikap, penghayatan dalam diri mereka, dan ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa ada unsur paksaan. Dakwah dapat berbentuk lisan, tulisan, perilaku, dan sebagainya.
5. Quraish Shihab: Dakwah adalah himbauan, ajakan, atau ikhtiar untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik dan lebih ideal bagi setiap orang dalam masyarakat maupun individu. Perwujudan dakwah merupakan upaya menuju tujuan yang lebih luas serta upaya mengembangkan pemahaman keagamaan dalam perilaku dan pandangan hidup. Yang harus lebih berperan dalam menyempurnakan penerapan ajaran agama Islam dalam segala aspek kehidupan, khususnya saat ini.
Seruan untuk menerima, memahami, dan menjalankan ajaran agama Islam dikenal sebagai dakwah. Ungkapan “ilmu dakwah” dan “dakwah Islam” merupakan kombinasi dari kata “dakwah" dan "ilmu", sehingga “ilmu dakwah” dan ‘dakwah Islam” atau ad-dakwah al-Islamiyah. Dakwah adalah kegiatan yang disengaja dan terencana yang memanggil, mengajak, dan menyeru individu untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan akidah, akhlak, dan syariat Islam. Inisiatif dakwah bertujuan untuk menginspirasi orang untuk menyebarkan kebaikan di seluruh dunia. Menurut Ali Mahfuz, dakwah adalah suatu perbuatan yang mengajak manusia untuk berbuat kebaikan dan melarang perbuatan maksiat agar mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Islam adalah agama dengan sistem komprehensif yang mencakup petunjuk terperinci untuk menjalani kehidupan masyarakat, personal, dan individu, serta merangkul keragaman. Sejak Nabi Muhammad SAW menerima petunjuk dari Allah SWT hingga sekarang masyarakat yang majemuk telah menjadi kenyataan dan terus berkembang. Islam dipandang sebagai pedoman komprehensif yang membahas semua aspek kehidupan manusia. Seseorang membutuhkan pengetahuan yang harus diperoleh melalui pembelajaran atau yang diajarkan oleh orang lain untuk membuka dan memahaminya. Dakwah sebagai sumber penerangan dan ajakan untuk mengikuti ajaran Islam, kembali ke jalan Allah SWT, dan untuk menjalani kehidupan ke arah yang lebih baik.
Dalam rangka membangun struktur sosial Islam, dakwah pada dasarnya tidak hanya mempelajari kehidupan akhirat tetapi juga mengkaji urusan dunia demi menciptakan sistem sosial. Oleh karena itu, manusia wajib memelihara hubungan yang positif dengan alam semesta dan sesamanya selain hubungan dengan Allah SWT. Dalam pengertian amar ma'ruf nahi munkar, dakwah merupakan kebutuhan mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Sifat manusia menentukan betapa pentingnya dakwah untuk mencapai tujuan sehari-hari sebagai makhluk sosial.
Ruang Lingkup Multikultural
Multikultural berasal dari kata “multi” artinya banyak dan “cultural” yang artinya budaya atau kebudayaan. Menurut bahasa multikultural menunjukkan makna keragaman budaya. Hal ini harus dimaknai secara luas dengan mencakup semua dialektika kehidupan manusia yang memiliki perbedaan (Maksum, 2011).
Istilah multikultural juga sering digunakan untuk merujuk pada hubungan beberapa kelompok etnis yang beragam dalam suatu bangsa. Gagasan multikulturalisme yang menekankan kesetaraan dan keragaman budaya lokal tanpa mengabaikan hak atau keberadaannya, diusung oleh masyarakat multikultural. Keragaman sosial, budaya, dan etnis dalam masyarakat multikultural dihormati. Meski demikian, bukan berarti ada kesenjangan atau perbedaan hak dan kewajiban karena terdapat kesederajatan atau kesetaraan secara hukum dan sosial.
Multikultural adalah keberagaman budaya yang menggabarkan kesatuan sebagai kelompok sosial, kebudayaan, dan suku bangsa yang berbeda dalam suatu negara. Multikultural bersifat keberagaman budaya yang merupakan suatu ideologi yang mengakui adanya perbedaan dalam kebersamaan baik secara individu maupun sosial. Multikultural merupakan sebuah filosofi yang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari sebagai kelompok kebudayaan denga hal dan status sosial yang sama dalam masyarakat.
Masyarakat multikultural merupakan tipikal masyarakat yang didalamnya terdapat berbagai macam etnik yang mampu hidup bersama dan berdampingan. Ciri-ciri masyarakat multikultural adalah sebagai berikut:
2. Kelompok-kelompok budaya berada dalam posisi sederajat.
3. Tatanan masyarakat multikultural memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif diantara unsur-unsurnya melalui proses belajar.
4. Memperjuangkan terciptanya keadilan sosial antara berbagai unsur yang berbeda.
Tantangan Dakwah pada Masyarakat Multikultural
Dakwah pada Masyarakat Multikultural
Dakwah adalah sejumlah pengetahuan tentang proses upaya mengubah suatu situasi kepada situasi lain yang lebih baik dan sesuai dengan ajaran agama Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah SWT. Dakwah dimasyarakat akan memiliki posisi ganda, pada satu sisi dakwah merupakan bagian dari sistem sosial yang berproses sesuai dengan pranata-pranata khusus yang berlaku di masyarakat setempat. Siapa yang layak menjadi da’i, metode dakwah, materi dakwah, media dakwah yang digunakan dan siapa saja yang akan menjadi calon mad’u, semuanya akan ditentukan berdasarkan tipe masyarakatnya. Sehingga tipe masyarakat akan menentukan karakteristik dakwahnya. Terlebih lagi jika sasaran dakwahnya adalah masyarakat yang multikultural maka harus banyak hal yang perlu dipertimbangkan agar dakwahnya mudah dipahami dan tepat pada sasaran.
Dakwah multikultural merupakan suatu ajakan maupun usaha untuk merubah sikap masyarakat selaku penerima dakwah dengan ikhlas dan tulus serta mengakui dan menghargai terhadap perbedaan pangkat dan kebudayaan. Maka dalam dakwah multikultural seorang da’i perlunya bersikap toleran dalam kebudayaan, selama kebudayaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran syariat Islam.
Berdakwah secara multikultural berarti berupaya menciptakan keharmonisan di tengah-tengah masyarakat yang beragam dan tetap mampu mengendalikan diri dan bertoleransi terhadap segala bentuk perbedaan yang tidak mungkin disetarakan. Itulah inti prinsip dakwah multikultural. Prinsip dakwah multikultural adalah acuan prediktif yang menjadi dasar berpikir dalam bertindak merealisasikan bidang dakwah yang mempertimbangkan aspek budaya dan keragaman ketika berinteraksi dengan mad’u dalam rentang ruang dan waktu sesuai perkembangan masyarakat.
Dakwah multikultural adalah aktifitas menyeru kepada jalan Allah melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat sebagai kunci utama untuk memberikan pemahaman dan pengembangan dakwah (Aripudin, 2011).
Dakwah pada masyarakat multikultural harus disampaikan dengan menanankan pemahaman tentang multikultural (perbedaan budaya), karena Indonesia merupakan negara yang memiliki kemajemukan suku, budaya, dan agama. Agama merupakan hal yang sangat rawan terhadap konflik dan perpecahan. Maka dalam konteks dakwah ini, seorang da’i harus mampu melakukan pendekatan budaya yang berpatokan dengan nilai-nilai kemajemukan manusia.
Konsep dakwah pada masyarakat multikultural adalah mengakui adanya perbedaan mad’u secara individu dan budaya. Pertama, dakwah menganggap bahwa masing-masing mad’u mempunyai perbedaan. Kedua, dakwah perlu menumbuhkan interkasi kepada mad’u dengan melalui cara konferensional dan komunikasi yang baik. Ketiga, dakwah perlu mendorong tumbuhnya sikap menghormati dan menghargai perbedaan masing-masing mad’u untuk mewujudkan keadilan.
Kemudian strategi yang tepat untuk digunakan dalam berdakwah pada masyarakat multikultural adalah; Pertama, mubalig penting mengetahui terlebih dahulu tentang kondisi sosial mad’u sebelum melakukan kegiatan berdakwah. Kedua, mubalig seyogyanya mempertimbangkan kondisi sosial mad’u dengan menentukan materi dakwah, metode dakwah, media dakwah yang relevan jika digunakan nantinya. Ketiga, mubalig memberikan materi tentang pentingnya menghargai perbedaan dan indahnya kebersamaan.
Dalam pendekatan dakwah berbasis multikultural ada empat yaitu: Pertama, mengakui dan menghargai keunikan dan keragaman etno-religio. Masing-masing budaya dan keyakinan yang dimiliki, menjadi sesuatu yang sangat dihargai dan dihormati. Kedua, mengakui adanya titik kesamaan dalam keragaman etno-religio. Dalam pendekatan, multikultural, diakui adanya titik kesamaan antara berbagai keyakinan dan kultur yang beraneka ragam. Ketiga, paradigma fenomena keberagamaan sebagai kultur. Pendekatan multikultural mencoba memahami tingkah laku umat beragama sebagai sebuah fenomena kultur. Agama dan budaya saling mempengaruhi. Pendekatan ini berusaha memahami dan mengakomodasi perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut dalam konsep dan bingkai budaya yang mendukung adanya toleransi (tasamuh). Keempat, kemestian progesivisme dan dinamisme dalam memahami agama. Karena yang dilihat melalui pendekatan multikultural adalah tingkah laku beragama sebagai sebuah kultur. Pendekatan ini memiliki sifat dinamis-progresif, yang bermakna bahwa setiap kebudayaan agama itu adalah suatu proses yang tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, sejalan dengan pehamaham dan penghayatan tentang agama dan interaksi antar sasama dan seiring dengan dinamika dan perkembangan zaman (Ismail. A & Hotman, 2011).
Tantangan Dakwah pada Masyarakat Multikultural
Secara garis besar tantangan dakwah pada masyarakat multikultural ialah terbagi menjadi dua faktor yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari da’i/pelaku dakwah, mad’u/sasaran dakwah, pendekatan dan metode serta media dakwah. Faktor eksternal berupa adanya dominasi politik dari kaum mayoritas dan lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap kegiatan dakwah sehingga menjadikan perkembangan dakwah menjadi lambat.
Penutup
Kesimpulan
Indonesia sebagai Negara yang multikultural, Indonesia kaya akan keanekaragaman mulai dari keberagaman agama, suku, bahasa, dan sosial budaya yang berbeda. Keberagaman tersebut lahir karena adanya perbedaan pola pikir, tingkah laku dan bahkan kebiasaan yang berbeda. Dibalik kebenekaragaman dan multikultural dari segi masyarakat tersebut tentu dapat menghambat persatuan dan juga perpecahan, khususnya terkait dengan persoalan dakwah di tengah-tengah masyarakat.
Maka dalam berdakwah untuk mencapai misi dan sampainya pesan atau materi dakwah yang disampaikan, seorang da’i memerlukan beberapa strategi dakwah. Selain itu, kegiatan dakwah tentu juga harus mempertimbangkan adanya tantangan yang harus dihadapi seperti tantangan pada masyarakat multikultural. Tantangan tersebut dapat berupa dari dari faktor internal dan faktor eksternal.
Reference
Aripudin, A. (2011). Pengembangan Metode Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Azis, A., Muslim, N., & Zainab, S. (2018). Tantangan Dakwah pada Masyarakat Multikultural di Kalimantan Tengah. Wardah, 19(2), 122–134. https://doi.org/10.19109/wardah.v19i2.2815
Fikri, H. K., & Wiradaningrat, D. (2020). Strtategi dan Solusi Dakwah pada Masyarakat Multikultural. Mudabbir: Jurnal Manajemen Dakwah, 1(2), Art. 2.
Hendra, T., Arsya, F., & Saputri, S. (2020). Dakwah Pada Masyarakat Multikultural. Hikmah, 14(1), Art. 1. https://doi.org/10.24952/hik.v14i1.2536
Ismail. A, I., & Hotman, P. (2011). Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam (1 ed.). Jakarta: Kencana.
Maksum, A. (2011). Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing.
Nawawi. (2012). Dakwah dalam Masyarakat Multikultural. Komunika: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 6(1). https://doi.org/10.24090/komunika.v6i1.347
Rosidi. (2013). Dakwah Multikultural di Indonesia Studi Pemikiran dan Gerakan Dakwah Abdurrahman Wahid. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 13(2), Art. 2. https://doi.org/10.24042/ajsk.v13i2.708
Tahir, M. (2017). Menjadi Muslim di Negara Multikultural: Dinamika, Tantangan dan Strategi dalam Perspektif Fikih Multikultural. Al-’Adalah, 14(2), Art. 2. https://doi.org/10.24042/adalah.v14i2.2138
Post a Comment for "Dakwah dan Tantangan Dakwah pada Masyarakat Multikultural"
Post a Comment